Blue Fire Pointer
EKO PUJIANTO, S.Pd

Kamis, 15 Oktober 2009

JARINGAN PADA TUMBUHAN

JARINGAN MERISTEM

jaringan-meristem

jaringan-meristem

Jaringan meristem adalah jaringan yang sel penyusunnya bersifat embrional (terus menerus membelah).

Ciri-ciri :

- bentuk dan ukuran selnya sama

- dinding selnya tipis

- Selnya penuh dengan protoplasma

- Isi sel tidak mengandung zat makanan

- sel muda dan belum mengalami diferensiasi dan spesialisasi,

berdinding tipis, protoplasma banyak, vakuola kecil, inti besar, plastida belum matang dan berbentuk sama ke segala arah.


Jaringan meristem dapat dibagi 2 macam
1. Jaringan Meristem Primer
Jaringan meristem yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari pertumbuhan embrio.
Contoh: ujung batang, ujung akar. Meristem yang terdapat di ujung batang dan ujung akar disebut meristem apikal. Kegiatan jaringan meristem primer menimbulkan batang dan akar bertambang panjang.
Pertumbuhan jaringan meristem primer disebut pertumbuhan primer.
2. Jaringan Meristem Sekunder
Jaringan meristem sekunder adalah jaringan meristem yang berasal dari jaringan dewasa yaitu kambium dan kambium gabus. Pertumbuhan jaringan meristem sekunder disebut pertumbuhan sekunder. Kegiatan jaringan meristem menimbulkan pertambahan besar tubuh tumbuhan. Contoh jaringan meristem skunder yaitu kambium.
Kambium adalah lapisan sel-sel tumbuhan yang aktif membelah dan terdapat diantara xilem dan floem.
Aktivitas kambium menyebabkan pertumbuhan skunder, sehingga batang tumbuhan menjadi besar . Ini terjadi pada tumbuhan dikotil dan Gymnospermae(tumbuhan berbiji terbuka ).
Pertumbuhan kambium kearah luar akan membentuk kulit batang, sedangkan kearah dalam akan membentuk kayu.Pada masa pertumbuhan, pertumbuhan kambium kearah dalam lebih aktif dibandingkan pertumbuhan kambium kearah luar, sehingga menyebabkan kulit batang lebih tipis dibandingkan kayu.
Berdasarkan letaknya jaringan meristem dibedakan menjadi tiga yaitu meristem apikal, meristem interkalar dan meristem lateral.
Meristem apikal adalah meristem yang terdapat pada ujung akar dan pada ujung batang. Meristem apikal selalu menghasilkan sel-sel untuk tumbuh memanjang.Pertumbuhan memanjang akibat aktivitas meristem apikal disebut pertumbuhan primer. Jaringan yang terbentuk dari meristem apikal disebut jaringan primer.
Meristem interkalar atau meristem antara adalah meristem yang terletak diantara jaringan meristem primer dan jaringan dewasa. Contoh tumbuhan yang memiliki meristem interkalar adalah batang rumput-rumputan (Graminae). Pertumbuhan sel meristem interkalar menyebabkan pemanjangan batang lebih cepat, sebelum tumbuhnya bunga.
Meristem lateral atau meristem samping adalah meristem yang menyebabkan pertumbuhan skunder. Pertumbuhan skunder adalah proses pertumbuhan yang menyebabkan bertambah besarnya akar dan batang tumbuhan. Meristem lateral disebut juga sebagai kambium. Kambium terbentuk dari dalam jaringan meristem yang telah ada pada akar dan batang dan membentuk jaringan skunder pada bidang yang sejajar dengan akar dan batang.

Jaringan meristem dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Promeristem

Adalah jaringan meristem yang telah ada ketika tumbuhan masih berada dalam masa embrional.

b. Meristem primer

Adalah jaringan meristem pada tumbuhan dewasa dan masih bersifat membelah diri, sehingga merupakan lanjutan dari pertumbuhan embrio.

Terdapat pada ujung akar dan ujung batang sehingga disebut meristem apikal. Aktivitasnya mengakibatkan batang dan akar tumbuh memanjang disebut pertumbuhan primer. Ditemukan pada tumbuhan dikotil dan monokotil.

c. Meristem sekunder

Adalah jaringan meristem yang berasal dari meristem primer yang telah mengadakan diferensiasi. Terdapat pada kambium dan kambium gabus. Aktivitasnya meng-akibatkan pertumbuhan sekunder yaitu menyebabkan batang bertambah besar. Ditemukan pada tumbuhan dikotil.

Ada 2 macam kambium :

- Kambium vaskuler : kambium yang terdapat di dalam berkas pengangkutan (di antara phloem dan xylem).

- Kambium intervaskuler : kambium yang terdapat di antara dua berkas pengangkutan/ di luar berkas pengangkutan.

Secara umum pertumbuhan dan pekembangan pada tumbuhan diawali untuk stadium zigot yang merupakan hasil pembuahan sel kelamin betina dengan jantan. Pembelahan zigot menghasilkan jaringan meristem yang akan terus membelah dan mengalami diferensiasi.

Diferensiasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan sejumlah sel, membentuk organ-organ yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda.

Terdapat 2 macam pertumbuhan, yaitu:

1. Pertumbuhan Primer

Terjadi sebagai hasil pembelahan sel-sel jaringan meristem primer. Berlangsung pada embrio, bagian ujung-ujung dari tumbuhan seperti akar dan batang.

Embrio memiliki 3 bagian penting :
a. tunas embrionik yaitu calon batang dan daun
b. akar embrionik yaitu calon akar
c. kotiledon yaitu cadangan makanan

Gbr. Embrio Tumbuhan

Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan alat yang disebut auksanometer.

Daerah pertumbuhan pada akar dan batang berdasar aktivitasnya tcrbagi menjadi 3 daerah
a. Daerah pembelahan
Sel-sel di daerah ini aktif membelah (meristematik)
b. Daerah pemanjangan
Berada di belakang daerah pembelahan
c. Daerah diferensiasi
Bagian paling belakang dari daerah pertumbuhan. Sel-sel mengalami
diferensiasi membentuk akar yang sebenarnya serta daun muda dan
tunas lateral yang akan menjadi cabang.

2. Pertumbuhan Sekunder

Merupakan aktivitas sel-sel meristem sekunder yaitu kambium dan kambium gabus. Pertumbuhan ini dijumpai pada tumbuhan dikotil, gymnospermae dan menyebabkan membesarnya ukuran (diameter) tumubuhan.

- Mula-mula kambium hanya terdapat pada ikatan pembuluh, yang disebut kambium vasis atau kambium intravasikuler. Fungsinya adalah membentuk xilem dan floem primer.

- Selanjutnya parenkim akar/batang yang terletak di antara ikatan pembuluh, menjadi kambium yang disebut kambium intervasis.

- Kambium intravasis dan intervasis membentuk lingkaran tahun Þ bentuk konsentris.

Kambium yang berada di sebelah dalam jaringan kulit yang berfungsi sebagai pelindung. Terbentuk akibat ketidakseimbangan antara permbentukan xilem dan floem yang lebih cepat dari pertumbuhan kulit.

- ke dalam membentuk feloderm : sel-sel hidup
- ke luar membentuk felem : sel-sel mati

Gbr. Lingkaran tahun
karena aktivitas xilem sekunder

Gbr. Irisan melintang batang waru

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.
Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver dan Cai menulis bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking”.
Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3)
Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
(Suyitno, 2004:31-32).
Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.
Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
(Suyitno, 2003:7-8).
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.
Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran English dalam menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dapat menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.
Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut.
1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas.
2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa
3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.
Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut.
1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan.
2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari.
3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika.
4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.
5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.
6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang sederhana.
7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah matematika.
8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi mengajukan masalah sebagai berikut.
a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?
b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?
c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?
Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh English sebagai berikut.
1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini?
2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?
3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda untuk memecahkan suatu masalah?
4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah?
5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat sebuah masalah yang berbeda?
6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini?
Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian?
Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang tidak berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas bertanya tersebut.
Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur. Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut mengemukakan ”bagaimana melihat” atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya ”bagaimana jika”, dan ”bagaimana jika tidak” Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya.
Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.
1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan.
Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.
a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS matematika.
b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak diketahui.
c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan pertanyaan baru.
2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut.
a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).
b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.
c. Masalah dengan solusi serupa.
d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.
e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan
f. Masalah kata-kata.
Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.
a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.
b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.
c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut
d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
(Abu-Elwan, 2007:2-5)
Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Model Pembelajaran Probing- prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sisap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING


-->
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.
Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver dan Cai menulis bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking”.
Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3)
Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
(Suyitno, 2004:31-32).
Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.
Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
(Suyitno, 2003:7-8).
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.
Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran English dalam menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dapat menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.
Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut.
1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas.
2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa
3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.
Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut.
1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan.
2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari.
3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika.
4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.
5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.
6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang sederhana.
7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah matematika.
8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi mengajukan masalah sebagai berikut.
a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?
b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?
c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?
Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh English sebagai berikut.
1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini?
2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?
3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda untuk memecahkan suatu masalah?
4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah?
5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat sebuah masalah yang berbeda?
6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini?
Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian?
Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang tidak berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas bertanya tersebut.
Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur. Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut mengemukakan ”bagaimana melihat” atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya ”bagaimana jika”, dan ”bagaimana jika tidak” Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya.
Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.
1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan.
Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.
a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS matematika.
b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak diketahui.
c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan pertanyaan baru.
2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut.
a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).
b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.
c. Masalah dengan solusi serupa.
d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.
e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan
f. Masalah kata-kata.
Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.
a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.
b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.
c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut
d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
(Abu-Elwan, 2007:2-5)
Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Model Pembelajaran Probing- prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sisap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.
EKO PUJIANTO © 2008 Template by:
SkinCorner